Khalifah
edisi 11 Januari 2014
Wahsyi bin Harb, Wahsyi berarti buas dan Harb berarti perang. Dari nama-nya sudah dapat dibayangkan bagaimana karakter dan wujud fisik-nya. Dia adalah seorang budak kulit hitam dari Habasyi –ethiopia– milik seorang pembesar Quraishy, Zubair bin Mut’im.
Kebebasan adalah sesuatu yang paling diimpikan oleh Wahsyi. Tetapi kehidupan seorang budak saat itu tak ubahnya setengah manusia, bahkan seperti barang yang bisa diperjual-belikan. Wahsyi hanya bisa menuruti apa yang diinginkan oleh tuannya.
Wahsyi merupakan teman dekat Bilal bin Rabah, sahabat mulia Rasulallah. Namun, tak seperti Bilal yang langsung mengucapkan syahadat ketika Rasul menyampaikan risalah kenabian, Wahsyi masih enggan mengikuti jejak Bilal.
Walau begitu, Wahsyi tetap tak tega melihat Bilal disiksa oleh tuannya yang juga seorang pembesar Quraishy, karena Bilal masuk Islam. Hingga akhirnya Bilal di tebus oleh Abu Bakar dan menjadi orang yang merdeka. Wahsyi hanya bisa merenung dan terus berfikir bagaimana bisa menjadi orang yang merdeka.
Kesempatan itu akhirnya datang. Tuannya dan Hndun, menawarkan kemerdekaan dan beberapa buah perhiasan kepada Wahsyi, jika ia mampu membunuh paman tercinta Rasul, Hamzah bin Abu Muthalib pada perang Uhud. Hindun menyimpan dendam kepada Hamzah karena banyak keluarga-nya yang terbunuh oleh Hamzah saat perang Badr.
Saat pasukan muslim dan musyrik bertempur di Uhud, Wahsyi yang ahli tombak mengintai terus pergerakan
![]() |
Tombak |
Karena ketidakpatuhan pasukan pemanah, akhirnya kaum muslimin yang terlihat hampir memenangi peperangan malah menjadi terkepung oleh pasukan musyrik yang dipimpin Khalid bin Walid. Akhirnya kaum muslimin mengalami kekalahan dan Rasulallah terluka hingga sedikit berdarah. Dan nama Wahsyi di elu-elu kan oleh kaum musyirik saat itu.
Namun, rupanya jasa besar Wahsyi tak mengubah status sosialnya di Mekkah. Oleh pembesar Qurashy ia tak ubahnya Wahsyi dahulu, seorang budak kulit hitam. Akhirnya ia merasakan kekecewaan yang mendalam, kebebasan yang ia perjuangkan ternyata tak mengubah kedudukan-nya di masyarakat Mekkah. Ia tetap tak sejajar dengan Quraishy.
Hingga akhirnya ia menemui bilal dan bercerita banyak tentang semua hal. Ia heran kenapa Bilal bisa menjadi orang yang dekat dengan Rasul, padahal dia seorang mantan budak. Itu-lah Islam, suatu agama dan pedoman yang tidak melihat nasab –keturunan– maupun warna kulit dan kekayaan, yang membedakan hanya tingkat ketakwaan kepada Allah SWT.
Akhirnya hidayah menyinari kalbu Wahsyi. Dengan ditemani Bilal, ia menemui Rasul hendak berikrar syahadat. Akhirnya Rasul menerima sumpah Wahsyi. Namun, sifat kemanusiaan Rasul terlihat, Rasul memerintahkan kepada Wahsyi untuk tidak menampakkan wajahnya di depan beliau. Begitu besar rasa sedih Rasul atas kematian Hamzah, paman tercinta.
Dengan lapang hati Wahsyi menerima keputusan Rasul dan sampai Rasulallah wafat, Wahsyi hanya bisa melihat indah wajah Rasul dari kejauhan. Tak jadi masalah buat Wahsyi, bagi-nya kesetaraan dalam tatanan sosial kaum muslimin sudah cukup mengbahagiakan-nya.
Keteguhan iman seorang Wahsyi baru terlihat ketika masa kekhalifah-an Abu Bakar. Sata marak terjadinya pemberontakan yang didalangi oleh seorang nabi palsu. Diantara yang paling besar adalah Mussailamah Al Kadzab. Seorang yang mengaku nabi.
Atas perintah Abu Bakar, prajurit kaum muslimin berangkat ke Yamamah untuk memerangi nabi palsu, tak terkecuali Wahsyi. Ia ikut bersama prajurit dengan membawa tombak yang dahulu ia gunakan untuk membunuh Hamzah.
![]() |
Wahsyi dalam film Omar |
Peperangan hebat terjadi di Yamamah, hingga kaum muslimin berhasil menembus beteng di Yamamah dan Wahsyi menjumpai Mussailamah di dalamnya. Dengan mengambil posisi melempar, ia layangkan tombak ke arah Mussailamah. Akhirnya tombak yang dahulu membunuh Hamzah, kini membunuh sang nabi palsu.
Nama Wahsyi akhirnya benar-benar bersih dikalangan kaum muslimin, bahkan ia dianggap memiliki kedudukan tersendiri. Satu tombak, dahulu ia gunakan untuk memerangi Islam dan membunuh panglima terbaiknya, sekarang ia gunakan untuk membunuh Mussailamah, sang nabi palsu.
Sebuah pelajaran besar kita dapatkan dari seorang Wahsyi. Jika selama ini kita menggunakan harta benda pemberian Allah untuk suatu hal keburukan, maka segera bertaubat dan pergunakan harta yang kita miliki dengan bijak, untuk jalan Allah. Sedekah atau kebaikan lain-nya.
Semoga Allah menerima taubat Wahsyi dan meneguhkan kedudukan-nya di akhirat. Wallahu ‘Alam.
Sujud
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar