DONASI

Rabu, 15 Januari 2014

Khazanah Ensiklopedia Islam : Mengenal Hukum Waris

Khazanah Ensiklopedia Islam : Mengenal Hukum Waris
Edisi Selasa, 7 Januari 2014.

Mengenal Hukum Waris



Harta merupakan suatu perkara yang akan diminta pertanggungjawaban di hadapan Allah pada hari perhitungan –yaumul hisab– kelak. Tentang bagaimana ia memperolehnya dan untuk apa ia membelanjakan-nya. Harta akan membawa kita ke Jannah jika diperuntukkan dalam hal kebaikan, dan akan menyeret kita ke neraka jika kita boros dan kikir.

Harta bukan-lah sesuatu yang abadi. Ketika telah habis umur yang telah Allah tetapkan kepada kita, harta benda akan kita tinggalkan untuk mereka yang masih ada di dunia. Harta tersebut ialah harta warisan. Dalam keberlangsungan hidup, kadang manusia bersikap rakus terhadap harta warisan. Bahkan gara-gara cekcok tersebut, mereka saling melukai satu sama lain.

Islam sebagai agama yang sempurna mengatur manusia telah menetapkan beberapa ketentuan pokok dalam mengatasi permasalahan harta warisan. Sebanyak tiga ayat dalam surah annisa mengatakan secara gambling bagaimana membagi suatu harta warisan. Ditambah beberapa hadits Rasulallah yang memperjelas hal tersebut.

Indonesia sebagai negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia menganut undang-undang perdata warisan kolonial, hukum adat dan hukum islam sebagai landasan hukum waris. Namun, sejatinya hukum islam memiliki kedudukan yang paling belakang.

Kebanyakan, kasus perebutan hak waris diselesaikan dengan hukum warisan belanda yang mengadopsi hukum perancis yang merupakan warisan hukum romawi. Setelahnya berlaku hukum adat yang masih dipegang teguh oleh masyarakat. Sedangkan hukum islam hanya dilakukan oleh sebagian kecil orang yang ingin menggunakan-nya.

Sebagaimana hadits Rasulallah berikut

“Pelajarilah ilmu waris islam dan ajarkan-lah kepada orang lain. Sesungguhnya itu merupakan setengah dari ilmu. Karena ketahuilah, bahwa ilmu waris adalah ilmu yang pertama kali dicabut oleh Allah dari kaumku.”

Di arab ketika islam belum muncul. Hukum waris sangat diskriminatif dan menguntungkan laki-laki dewasa. Anak – anak kecil dan wanita tak mendapatkan bagian, bahkan wanita dijadikan objek waris. Naudzubillah. Hingga risalah islam datang dan memberikan kejelasan.

Akan tetapi, apa yang telah ditetapkan oleh Allah malah ditentang oleh sebagian masyarakat arab. Mereka mengatakan, “Wahai Rasul. Apakah kami harus memberikan hak waris kepada anak kecil dan perempuan. Sesungguhnya mereka tidak mampu menunggang kuda dan berperang membela kaum kami.”

Islam merupakan suatu keadilan. Dimana seorang anak kecil dan seorang wanita juga memiliki hak. Namun harus diperhatikan juga seberapa besar tanggung jawab yang ia miliki. Seorang laki-laki diwajibkan oleh Allah untuk menafkahi keluarga, maka ia berhak dua kali lipat daripada perempuan.

Logika-nya. Ahmed mendapatkan warisan 2 sedangkan Asiyah mendapat 1 bagian. Suatu waktu, Ahmed menikahi seorang wanita, sebagai seorang suami ia memberikan 1 bagian hartanya kepada istri. Sedang Asiyah dinikahi oleh seorang pemuda, sebagai seorang istri ia memperoleh hak (harta) dari sang suami. Jadilah harta Asiyah bertambah dan Ahmed berkurang. Masihkah seorang wanita memprotes hukum Allah atas perkara waris?

Allah berfirman melalui surah An-Nisaa’ ayat 11 dan 12 berikut :

“Allah mensyariatkan (mewajibkan) kepadamu tentang (pembagian warisan untuk) anak-anakmu, (yaitu) bagian seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua orang anak perempuan*. Dan jika anak itu semuanya perempuan yang jumlahnya lebih dari dua, maka bagian mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Jika dia (anak perempuan) itu seorang saja, maka dia memperoleh setengah (harta yang ditinggalkan). Dan untuk kedua ibu bapak, bagian masing-masing seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika dia (yang meninggal) mempunyai anak. Jika dia (yang meninggal) tidak memiliki anak dan dia diwarisi oleh kedua ibu – bapaknya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga. Jika dia (yang meninggal) mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (pembagian-pembagian tersebut diatas) setelah (dipenuhi) wasiat yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) hutang. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa diantara mereka yang lebih banyak manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan Allah. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Bijaksana.” (QS: An-Nisaa’ ; 11)

*Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar mas kawin dan memberi nafkah


“Dan bagimu (suami-suami) adalah seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang meninggal, baik dia laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (kepada ahli waris)*. Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui, Maha Penyantun.” (QS: An-Nisaa’ ; 12)  

*Menyusahkan kepada ahli waris ialah tindakan-tindakan seperti (a) mewasiatkan lebih dari sepertiga harta peninggalan; (b) berwasiat dengan maksud mengurangi harta wasiat. Sekalipun kurang dari sepertiga, jika ada niat mengurangi hak waris, juga tidak diperbolehkan.

Selain bersumber pada Al Qur’an, hukum waris Islam juga bersumber pada Hadits dan Ijtihad ulama. Kemudian menggolongkan ahli waris ke dalam tiga kategori, Ashabul Furut’s –hubungan darah– yang telah ditetapkan dalam ayat suci, Ashabul Nasabiyah –nasab/keluarga–, dan kerabat. Kedudukan hubungan darah yang paling atas, disusul nasab dan kerabat.

Jika tidak meninggalkan seorangpun untuk diwarisi, harta warisan menjadi hak negara –baitul mal– atau kas umat yang digunakan untuk kepentingan bersama.

Wallahu 'Alam.
Maaf jika ada salah kata.




Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Apakah anda tertarik dengan forum ini? Hubungi kami di 085642337440 -wahyu-. Salam Akhlak Mulia.



Designed By @wahyunurrohim