![]() |
Saif Muhammad al-Qahtani (65) menggendong sang Ibu saat ibadah haji tahun 2013 (berbakti kepada ibu) |
Pada zaman Baginda Nabi Muhammad saw, ada seorang pemuda bermata biru,
rambutnya merah, bidang dadanya lapang panjang, berpenampilan cukup tampan,
kulitnya kemerah-merahan, wajahnya selalu melihat pada tempat sujudnya dan
tangan kanannya menumpang pada tangan kirinya.
Pemuda ini tidak pernah lalai dari membaca al-Quran dan
senantiasa menangis. Pakaiannya hanya dua helai saja, sudah terlalu lusuh untuk
dipakai sehinggakan tidak ada orang yang menghiraukannya.
Beliau tidak dikenal oleh penduduk bumi akan tetapi sangat terkenal
di langit. Pemuda ini, jika bersumpah demi Allah pasti terkabul. Dia adalah
Uwais al-Qarni. Beliau tidak dikenali dan miskin malah banyak orang yang suka
mentertawakannya, mengejek-ejeknya, dan menuduhnya sebagai pencuri serta
bermacam lagi penghinaan dilemparkan kepadanya.
Pemuda dari Yaman ini telah lama menjadi yatim, tidak
mempunyai saudara mara kecuali hanya ibunya yang telah tua dan lumpuh. Untuk
menyara kehidupan sehari-hari, Uwais bekerja sebagai penggembala kambing.
Upah yang diterimanya hanya cukup untuk kehidupan harian
bersama ibunya.Jika ada uang lebihan, beliau akan membantu tetangganya yang
hidup miskin dan serba kekurangan seperti keadaannya. Walaupun dalam keadaan
serba payah, beliau tidak pernah lalai dalam mengerjakan ibadahnya, sedikit pun
tidak berkurang.
Sepanjang hidupnya, beliau melakukan puasa di siang hari dan
bermunajat di malam harinya. Uwais al-Qarni telah memeluk Islam pada masa
negeri Yaman mendengar seruan Nabi Muhammad saw yang telah mengetuk pintu hati
mereka untuk menyembah Allah, Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak ada sekutu
bagi-Nya.
Peraturan-peraturan yang terdapat di dalam agama Islam sangat
menarik hati Uwais dan apabila seruan Islam datang di negeri Yaman, beliau
segera memeluknya. Banyak rekan-rekannya yang telah memeluk Islam, pergi ke
Madinah untuk mendengar secara langsung dakwah Nabi Muhammad saw.
Hati Uwais juga meronta-ronta untuk ke Madinah bertemu
kekasih Allah, penghulu para Nabi tetapi beliau tidak mampu karena tidak
mempunyai bekal yang cukup untuk sampai kesana. Apa lagi beliau perlu menjaga
ibunya. Jika beliau pergi, siapa pula yang akan melihat ibunya.
Dikisahkan ketika terjadi perang Uhud, Rasulullah saw
mengalami cidera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya.
Berita ini akhirnya sampai kepada Uwais. Lalu ia segera
memukul giginya dengan batu hingga patah. Hal tersebut dilakukan sebagai bukti
kecintaannya kepada baginda saw, sekalipun beliau belum pernah melihat
Rasulullah saw.
Hari berganti hari dan musim pun berlalu, kerinduannya
terhadap Rasulullah tak dapat dibendung lagi. Uwais merenungkan diri dan
bertanya dalam hati, bisakah dirinya baru dapat menziarahi Nabi saw dan
memandang wajah beliau dari dekat?
Akhirnya, pada suatu hari Uwais mendekati ibunya, mengeluarkan
isi hatinya dan memohon izin kepada ibunya agar diperkenankan pergi menziarahi
Nabi saw di Madinah.
Sang ibu, walaupun telah uzur, merasa terharu ketika
mendengar permohonan anaknya. Beliau memahami perasaan Uwais, dan berkata,
"Pergilah wahai anakku! Temuilah Nabi dirumahnya. Dan
bila telah berjumpa, segeralah engkau kembali pulang."
Dengan perasaan gembira yang amat sangat, Uwais berkemas
untuk berangkat dan sebelum pergi, beliau menyiapkan keperluan ibunya yang akan
ditinggalkan serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya
sepanjang kepergian beliau.
Sesudah mencium tangan ibunya yang tercinta, berangkatlah
Uwais menuju ke Madinah yang jaraknya sekitar empat ratus kilometer dari Yaman.
Dengan waktu yang cukup lama akhirnya tibalah Uwais al-Qarni
di kota Madinah. Segeralah ia menuju ke rumah Nabi saw, diketuknya pintu rumah
itu sambil mengucapkan salam. Keluarlah Sayyidatina Aisyah r.a., sambil
menjawab salam Uwais. Segera saja Uwais menanyakan Nabi saw yang ingin
ditemuinya.
Namun ternyata baginda saw tidak berada di rumah melainkan
berada di medan perang. Betapa kecewa hati sang perindu, dari jauh ingin
berjumpa tetapi yang dirindukannya tidak berada di rumah.
Dalam hatinya bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan
Nabi saw dari medan perang. Tapi, beliau teringat akan pesan ibunya sudah tua
dan senantiasa dalam keadaan tidak sehat itu, agar ia cepat pulang ke Yaman,
Engkau harus lekas pulang. Disebabkan ketaatan kepada ibunya, pesanan ibunya
itu telah mengalahkan suara hati untuk menunggu Nabi saw.
Ia akhirnya memohon kepada Sayyidatina Aisyah r.a. untuk
pulang kembali ke Yaman. Uwais lalu menitipkan salamnya kepada Nabi saw dan
melangkah pulang dengan perasaan hampa karena tidak dapat bertemu dengan
Kekasih Allah.
Sepulangnya dari perang, Nabi saw langsung bertanya tentang
kedatangan orang yang mencarinya. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa Uwais
al-Qarni adalah anak yang taat kepada ibunya. Beliau adalah penghuni langit
(sangat terkenal di langit).
Mendengar perkataan baginda Rasulullah saw, Sayyidatina
Aisyah r.a. dan para sahabatnya tertegun seketika. Lalu kata Sayyidatina Aisyah
r.a., memang benar sebelum ini ada seseorang telah datang mencari Rasulullah
saw tetapi orang itu segera pulang ke Yaman, kerana teringat akan ibunya yang
sudah tua dan sakit sehinggakan beliau bimbang meninggalkan ibunya terlalu
lama.
Rasulullah saw bersabda : "Kalau kalian ingin berjumpa
dengan dia (Uwais al-Qarni), perhatikanlah bahawa ia mempunyai tanda putih di
tengah-tengah telapak tangannya."
Sesudah itu baginda saw, memandang kepada Sayyidina Ali k.w.
dan Sayyidina Umar r.a. lalu bersabda: "Apabila kalian bertemu dengan dia,
mintalah doa dan istighfarnya untuk kalian karena dia adalah penghuni langit
dan bukan penghuni bumi."
Tahun berganti tahun dan Umar r.a menjadi khalifah kedua
menggantikan Abu Bakar As-Siddiq yang telah wafat. Abu Bakar dipilih menjadi
khalifah selepas Rasulullah saw wafat.
Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi saw
tentang Uwais al-Qarni, sang penghuni langit. Beliau segera mengingatkan
sahabatnya, Sayyidina Ali k.w. untuk mencari Uwais bersama.
Sejak itu, setiap kali ada kafilah yang datang dari Yaman,
mereka berdua akan bertanya tentang Uwais al-Qarni, apakah ia turut bersama
mereka. Diantara kafilah-kafilah itu ada yang merasa heran, apakah sebenarnya
yang dicari oleh kedua-dua sahabat besar itu. Rombongan kafilah dari Yaman
menuju ke Syam silih berganti membawa barang dagangan mereka.
Suatu ketika, Uwais al-Qarni turut bersama rombongan kafilah
menuju kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang datang dari Yaman,
bersegeralah khalifah Umar r.a. dan Sayyidina Ali k.w. mendatangi mereka dan
menanyakan apakah Uwais turut bersama mereka.
Rombongan itu mengatakan bahwa ia ada bersama mereka dan
sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawapan itu,
mereka berdua bergegas menemui Uwais al-Qarni. Sesampainya di tempat Uwais,
Khalifah Umar r.a. dan Sayyidina Ali k.w. memberi salam. Namun rupanya Uwais
sedang melaksanakan solat. Setelah mengakhiri solatnya, Uwais menjawab salam
kedua tamu agung tersebut sambil bersalaman.
Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar segera membalikkan tangan
Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada ditelapak tangan
Uwais, sebagaimana pernah disabdakan oleh baginda Nabi saw. Memang benar! Dia
penghuni langit. Dan ditanya Uwais oleh kedua tamu tersebut, Siapakah nama
saudara?
Lalu jawab Uwais, "Abdullah". Mendengar jawaban
itu, kedua sahabat itupun tertawa dan mengatakan : "Kami juga
Abdullah", yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya ?
Uwais kemudian berkata: "Nama saya Uwais al-Qarni."
Sepanjang perkenalan mereka, tahulah mereka bahwa ibu Uwais
telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, beliau baru dapat turut serta bersama
rombongan kafilah dagang itu.
Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali k.w. memohon agar Uwais
berkenan mendoâkan untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada khalifah:
"Sayalah yang harus meminta doa dari kalian." Mendengar perkataan
Uwais, Khalifah berkata: "Kami datang ke sini untuk mohon doa dan
istighfar dari tuan."
Disebabkan didesak oleh dua sahabat besar ini, Uwais al-Qarni
akhirnya mengangkat kedua belah tangannya lalu berdoa dan membacakan istighfar.
Setelah itu Khalifah Umar r.a. berjanji untuk memberinya uang negara dari
Baitul Mal kepada Uwais sebagai biaya hidupnya. Uwais menolaknya dengan lembut
dengan berkata: "Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang.
Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang
lagi."
Setelah kejadian itu, nama Uwais kembali tenggelam dan tidak
langsung terdengar beritanya. Tapi diriwayatkan ada seorang lelaki pernah
bertemu dan dibantu oleh Uwais.
Kata orang itu, waktu itu kami sedang berada di atas kapal
menuju ke tanah Arab bersama para pedagang, tanpa disangka-sangka angin ribut
bertiup dengan kencang. Akibatnya hempasan ombak menghantam kapal kami sehingga
air laut masuk ke dalam kapal dan menyebabkan kapal semakin berat.
Pada saat itu, kami melihat seorang lelaki yang mengenakan
selimut berbulu di berada di satu sudut kapal lalu kami memanggilnya. Lelaki
itu bangun lalu melakukan solat di atas air.
Betapa terkejutnya kami melihat kejadian itu. "Wahai
waliyullah, Tolonglah kami!" Tetapi lelaki itu tidak menoleh. Lalu kami
berseru lagi, Demi Zat yang telah memberimu kekuatan beribadah, tolonglah kami!
Lelaki itu menoleh kepada kami dan berkata: "Apa yang terjadi? Tidakkah
engkau melihat bahwa kapal dibadai ribut dan dihantam ombak ?tanya kami."
"Dekatkanlah diri kalian pada Allah!" katanya. Kami
telah melakukannya. Keluarlah kalian dari kapal dengan membaca
bismillahirrohmaanirrohiim! Kami pun keluar dari kapal satu persatu dan
berkumpul di dekat itu. Pada saat itu jumlah kami lima ratus jiwa lebih.
Sungguh ajaib, kami semua tidak tenggelam, sedangkan perahu kami yang lain
tenggelam ke dasar laut bersama isinya.
Lalu orang itu berkata pada kami , "Tidak mengapalah
harta kalian menjadi korban asalkan kalian semua selamat." "Demi
Allah, kami ingin tahu, siapakah nama Tuan ?" Tanya kami.
"Uwais al-Qarni." Jawabnya dengan singkat. Kemudian
kami berkata lagi kepadanya, Sesungguhnya harta yang ada di kapal tersebut
adalah milik orang-orang fakir di Madinah yang dikirim oleh orang Mesir. Jika
Allah mengembalikan harta kalian. Apakah kalian akan membagi-bagikannya kepada
orang-orang fakir di Madinah? tanya Uwais.
Ya, jawab kami. Orang itu pun melaksanakan solat dua rakaat
di atas air, lalu berdoa. Setelah Uwais al-Qarni mengucap salam, tiba-tiba
kapal itu muncul ke permukaan air, lalu kami menaikinya dan meneruskan
perjalanan. Setibanya di Madinah, kami membagi-bagikan seluruh harta kepada
orang-orang fakir di Madinah sehingga tidak ada satupun yang tertinggal.
Beberapa waktu kemudian, tersiarlah khabar bahawa Uwais
al-Qarni telah pulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia hendak dimandikan
tiba-tiba terlalu banyak orang yang berebut hendak memandikannya.
Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafankan,
begitu ramai orang yang menunggu untuk mengkapannya. Demikian pula ketika orang
pergi hendak menggali kuburnya. Di sana ternyata sudah ada orang-orang yang
menggali kuburnya hingga selesai.
Ketika usungan dibawa menuju ke perkuburan, luar biasa banyaknya
orang yang berebut hendak mengusungnya.
Meninggalnya Uwais al-Qarni telah menggemparkan masyarakat
kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan penduduk Yaman.
Sedemikian banyaknya orang yang tak dikenali datang untuk mengurus jenazah dan
pemakamannya, padahal Uwais adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang.
Sejak ia dimandikan sampailah ketika jenazahnya hendak
diturunkan ke dalam kubur, ada saja orang-orang yang telah siap melaksanakannya
terlebih dahulu.
Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka tertanya-tanya:
"Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais al-Qarni ? Bukankah Uwais yang
kita kenal, hanyalah seorang fakir yang tidak memiliki apa-apa, yang kerjanya
hanyalah sebagai penggembala kambing dan unta?" Tetapi, ketika hari wafatmu,
engkau telah menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing
yang tidak pernah kami kenal.
Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya
mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, hanya untuk mengurus
jenazah dan pemakamannya. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahui siapa
Uwais al-Qarniyang ternyata tidak terkenal di bumi tapi terkenal di langit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar