“Masa kenabian itu ada di tengah-tengah
kalian, adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia
menghendaki untuk mengangkatnya. Selanjutnya
adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’ala minhaj
an-nubuwwah), adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya apabila
Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Selanjutnya
masa kerajaan yang menggigit (Mulkan ’Adhan), adanya atas kehendak Allah,
kemudian Allah mengangkatnya apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Setelah itu, masa kerajaan yang menyombong
(Mulkan Jabariyyan), adanya atas kehendak Allah, kemudian Allah mengangkatnya
apabila Dia menghendaki untuk mengangkatnya. Selanjutnya
adalah masa Khilafah yang mengikuti jejak kenabian (Khilafah ’ala minhaj
an-nubuwwah). Kemudian beliau (Nabi) diam,”(H.R Ahmad).
![]() |
Adolf Hitler |
INILAH babak keempat era akhir zaman
yang sudah disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW. Yaitu kehidupan di bawah
kepemimpinan Mulkan Jabriyyan alias para penguasa yang memaksakan kehendak atau
para diktator. Babak ini diawali dengan berakhirnya babak ketiga yaitu babak
kepemimpinan Mulkan Aadhdhon atau para pemimpin yang menggigit. Yang dimaksud
dengan para pemimpin yang menggigit ialah para khalifah Islam yang memimpin
khilafah Islamiyyah sejak Kerajaan Daulat Umayyah lalu Daulat Abbasiyyah
kemudian Kesultanan Turki Usmani yang dalam literatur Barat Eropa disebut The
Ottoman Empire. Total masa berlangsungnya babak ketiga mencapai kurang lebih
empat belas abad.
Ketika masih hidup di babak ketiga
umat Islam memiliki para pemimpin yang dijuluki para khalifah namun dalam
mekanisme suksesinya menggunakan pola kerajaan yang mewarisi kepemimpinan
berdasarkan garis keturunan keluarga. Atau sistem oligarkhi. Namun para
raja tersebut masih ”menggigit Al-Qur’an dan As-Sunnah” sehingga Nabi menjuluki
mereka sebagai para Mulkan Aadhdhon atau Raja-raja yang Menggigit. Berbeda
dengan babak sebelumnya yaitu babak kepemimpinan Khulafa Ar-Rasyidin yang
”menggenggam Al-Qur’an dan As-Sunnah”, maka ibarat mendaki bukit tentu
lebih pasti dan aman menggenggam tali sampai puncak bukit daripada
menggigitnya.
Oleh karenanya kita dapati pada babak
ketiga terkadang ada ditemukan khalifah yang adil-bijaksana seperti Umar bin
Abdul Aziz, namun pada babak yang sama ada juga yang berwatak kejam seperti
Abul Baqa’ Al-Qaim Biamrillah di Mesir.
Betapapun banyaknya catatan atas babak
ketiga, namun pada babak tersebut umat Islam masih memiliki sistem khilafah
sebagai tatanan formal kehidupan bernegara. Hukum yang diberlakukan masih hukum
Allah. Sedangkan sesudah itu umat bukan saja hidup di bawah kepemimpinan para
Mulkan Jabriyyan yang merupakan para diktator bermasalah secara personal,
tetapi juga bermasalah secara sistem.
Belum pernah umat Islam hidup tanpa
naungan Khilafah Islamiyyah seperti yang dialami dewasa ini. Keadaan umat Islam
dewasa ini mirip seperti keadaan Nabi dan para sahabat saat berjuang di Mekkah
sebelum hijrah ke Madinah. Mereka mengalami pengusiran dari rumah,
penganiayaan, penyiksaan, pemboikotan bahkan pembunuhan. Sedemikian hebatnya
penderitaan yang dialami, sehingga sempat sahabat Khabab bin Arat datang
dan mengeluh di hadapan Nabi. Apa jawaban Nabi saat itu?
“Ada seseorang dahulu yang ditanam
badannya ke dalam bumi hingga sebatas lehernya lalu kepalanya digergaji
sehingga terbelah dua namun hal itu tidak menghalanginya dari tetap beragama.
Kemudian disisir dengan besi sehingga terkelupas dagingnya dan tampaklah
tulangnya namun hal itu tidak menghalanginya dari tetap beragama. Demi Allah,
sungguh urusan ini akan disempurnakan sehingga seorang pengembara berjalan dari
San’a hingga Hadramaut tidak merasa takut kepada apapun selain Allah atau
srigala yang menerkam gembalanya. Akan tetapi kalian tergesa-gesa…!” (HR
Bukhari 3343).
Apa yang kita alami dewasa ini
merupakan sunnatullah. Ini merupakan suatu cara bagi Allah untuk menyeleksi
siapa di antara orang-orang yang mengaku beriman memang sungguh-sungguh
beriman. Allah tidak berkenan memberikan kemenangan bagi umat Islam sebelum
mereka mengalami penempaan yang semestinya. Bersabarlah. Jangan mengira bahwa
sikap diam dan seolah tidak berbuat merupakan sikap pasif dan mengalah..!
Jangan kira bahwa mereka yang menghiasi media-massa berlomba merebut panggung
kekuasaan merupakan fihak yang paling berjasa bagi perjuangan umat dan
perubahan sosial.
Pada tahap ini yang diperlukan adalah
orang-orang beriman yang mampu menahan diri sambil terus membina pribadi dan
keluarganya serta umat di sekelilingnya bersiap-siaga menghadapi masa-masa
kritis peralihan dari babak keempat menuju babak kelima. Peralihan dari babak
kepemimpinan Mulkan Jabriyyan menuju tegaknya kembali Khilafatun ’ala Minhaj
An-Nubuwwah. Suatu bentuk peralihan yang seringkali digambarkan sebagai
fase Huru-Hara Akhir Zaman. Suatu peralihan yang sudah barang tentu tidak akan
dilalui seperti berjalan di taman bunga dan permadani mewah. Suatu peralihan
yang sangat boleh jadi menuntut tertumpahnya tetesan airmata dan darah.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan
janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling
tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang
Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar)
mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami
pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah
membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya
sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang zalim.” (QS Ali Imran ayat 139-140).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar