DONASI

Sabtu, 22 Februari 2014

Zaid, Manusia Satu Kaum

Zaid bin Amr merupakan seorang penduduk Mekkah yang hidup semasa Rasulallah belum diangkat menjadi seorang utusan pembawa risalah kebenaran. Dia hidup didalam lingkungan masyarakat jahiliyah musyrik –penyembah berhala– kaum Quraishy Mekkah.

Namun ada yang istimewa dari seorang Zaid, ia tidak terbawa pemikiran menyembah berhala dan menyandingkan Allah dengan berhala Latta dan Uzza.Ketika berhala semakin banyak didirikan di sekitar Ka’bah, dan masyarakat melakukan pemujaan terhadapnya, hal itu tak serta merta diikuti oleh Zaid, hati kecilnya merasa ada yang aneh dan tidak wajar dengan penyembahan berhala tersebut.  

Suatu ketika ia pergi ke pasar, ia melihat seorang penjual patung berhala sedang menawarkan barang dagangannya kepada Zaid, “yang kecil 1 dirham, anda bisa melihatnya, ukirannya sangat detail”, dan seterusnya. Kemudian Zaid berfikir, “Ohh celaka, Tuhan hanya bernilai 1 dirham –murah– saja“

Zaid yang hidup sekitar 600 tahun setelah diutusnya nabi Isa oleh Allah –kekosongan nabi– merasa ada seseuatu yang belum memuaskan hatinya, ia tahu bahwa Tuhan itu yang menciptakan, bukan diciptakan apalagi dirupakan dengan sesuatu.

Untuk mencari tahu kebenaran tentang Tuhan semesta alam, ia kemudian melakukan ibadah dengan mengelilingi ka’bah –thawaf– dan bermunjat kepada Tuhannya, “Ya Rab, tunjukanlah kepadaku bagaimana caranya beribadah kepadamu, aku ingin bermunjat dan menyembah, tapi bagaimana caranya”

Dari sini bisa kita simpulkan, bahwa Zaid adalah seorang yang haus akan nilai keimanan, namun ia belum bisa mendapatkannya. Bahkan saat ia hijrah ke Syam –sekarang Syria, Palestine dan Yordania– dan belajar ke ahli kitab beragama Yahudi dan Nasrani, ia merasa belum puas.

Hingga akhirnya ia bertemu dengan seorang Rahib dan Zaid bercerita semuanya, kemudian Rahib menceritakan sebuah janji Allah yang ditulis dalam kitab terdahulu.

“Kamu golongan orang hanif.” Kata Rahib ahli kitab tersebut.

Dengan kaget dan timbul rasa penasaran, Zaid bertanya “apa hanif itu?”

“hanif adalah golongan yang lurus, yang mengikuti agama Ibrahim –tauhid/Tuhan yang Esa–“

Alangkah senangnya hati Zaid mendengar perkataan Rahib ahli kitab tersebut, kemudian Rahib meanjutkan pembicaraan,

“Kitab menuliskan bahwa akan diutus seorang Nabi di daerah Mekkah, ia akan menjalankan syariat-Nya, memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi telah dipenuhi oleh kejahiliyahan –kerusakan moral–”

“sungguh wahai ahli kitab?”

“iya, dan waktunya sudah dekat.”

Zaid merasa lega dan bahagia mendengar kabar dari ahli kitab tersebut. Tak henti – hentinya ia bermunajat dan segera berpamitan untuk kembali ke Mekkah dan menunggu sampai janji diutusnya seorang Rasul itu tiba.

Namun Allah berkehendak lain. Dalam perjalanannya kembali menuju Mekkah, ia dicegat oleh rampok sadis, ketika hendak menyelamatkan hartanya, ia terbunuh dan menghadap-Nya sebelum bertemu dengan Rasul terakhir.

Lima tahun setelahnya, seorang laki-laki dari bani Muthalib bernama Muhammad berseru kepada penduduk Mekkah, “La illa ha illa Allah, Wa Anna Rasulallah”. Laki-laki itulah yang ditunggu kedatangannya oleh Zaid, seorang pencari kebenaran tentang agama dan bagaimana cara menyembah Tuhan seluruh alam.

Do’a sebelum meninggal

“Ya Rab, jika aku belum bertemu utusanmu, maka mudahkan lah anakku untuk menjumpainya”

Do’a Zaid dikabulkan oleh Allah, seusai menyampaikan risalah kenabian, Said bin Zaid, anaknya langsung mendapat hidayah dari Allah dan menyatakan keislamannya. Ia telah lama dididik oleh ayahya mengenai ilmu keyakinan, ia menegaskan bahwa Tuhan itu ada, namun bukan patung.

Hingga Said memiliki kedudukan yang tinggi dan selalu menyertai Rasulallah dalam setiap kesempatan dakwah dan jihad fi sabilillah. Hingga Rasul bersabda, “sebentar lagi akan terlihat seorang penduduk surga”, sahabat yang ada di sekeliling Rasul saling melihat satu sama lain, siapa yang dimaksud oleh beliau. 

Kemudian datang dari kejauhan Said, dialah yang dimaksud oleh Rasulallah. Said termasuk 10 sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah.

Manusia satu kaum

Ketika Said menjumpai Rasulallah dan berucap syahadat, kemudian ia menangis, segera Rasulallah mendekatinya dan berkata, “hal apa yang membuatmu menangis wahai Said?” kemudian Said berkata, “andai ayahku masih hidup, pasti dia akan meyakini islam dan akan berjuang bersama kita, dia yakin tuhan itu satu –ahad–.”

Kemudian Rasul bersabda, “aku akan memohonkan ampun untuknya, sesungguhnya, ia akan dibangkitkan sebagai satu kaum”. Dan surga adalah ganjaran yang layak untuk seorang pencari kebenaran.

Sungguh mulia kedudukan Zaid bin Amr, saat kiamat kelak, ia akan dibangkitkan seorang diri sebagai satu kaum. Karena ia meyakini Tuhan dan bersembahyang di Ka’bah, rumah Allah. Ia meyakini agama tauhid yang dibawa oleh Ibrahim dan keturunannya. Dan ia termasuk golongan orang – orang hanif (lurus).

Allah akan memaafkannya, walau ia bukan seorang islam, namun dia seorang yang muslim (berserah diri), tidak menyembah berhala, ia menolong anak perempuan yang hendak dikubur hidup-hidup oleh ayahnya (tradisi bodoh kaum jahiliyah Mekkah saat itu) karena merasa malu jika memiliki anak perempuan.

Allah akan memaafkannya, oleh sebab Zaid meninggal sebelum risalah kenabian Muhammad SAW turun, dan ia meyakini bahwa Tuhan itu satu, atau tauhid, yang juga pokok dari ajaran Islam. Ajaran yang membenarkan kitab dan nabi terdahulu.

Semoga kita mampu mengambil pelajaran berharga dari seorang Zaid bin Amr, tentang hakekat mencari kebenaran dan bagaimana ia menyikapi masyarakat serta bagaiamana ia mendidik seorang anak yang dijamin masuk surga oleh Rasul-Nya.


Share This

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Contact Us

Apakah anda tertarik dengan forum ini? Hubungi kami di 085642337440 -wahyu-. Salam Akhlak Mulia.



Designed By @wahyunurrohim