Zaid bin Amr
merupakan seorang penduduk Mekkah yang hidup semasa Rasulallah belum diangkat
menjadi seorang utusan pembawa risalah kebenaran. Dia hidup didalam lingkungan
masyarakat jahiliyah musyrik –penyembah berhala– kaum Quraishy Mekkah.
Namun ada
yang istimewa dari seorang Zaid, ia tidak terbawa pemikiran menyembah berhala
dan menyandingkan Allah dengan berhala Latta dan Uzza.Ketika berhala semakin
banyak didirikan di sekitar Ka’bah, dan masyarakat melakukan pemujaan
terhadapnya, hal itu tak serta merta diikuti oleh Zaid, hati kecilnya merasa
ada yang aneh dan tidak wajar dengan penyembahan berhala tersebut.
Suatu ketika
ia pergi ke pasar, ia melihat seorang penjual patung berhala sedang menawarkan
barang dagangannya kepada Zaid, “yang kecil 1 dirham, anda bisa melihatnya,
ukirannya sangat detail”, dan seterusnya. Kemudian Zaid berfikir, “Ohh celaka,
Tuhan hanya bernilai 1 dirham –murah– saja“
Zaid yang hidup
sekitar 600 tahun setelah diutusnya nabi Isa oleh Allah –kekosongan nabi–
merasa ada seseuatu yang belum memuaskan hatinya, ia tahu bahwa Tuhan itu yang
menciptakan, bukan diciptakan apalagi dirupakan dengan sesuatu.
Untuk
mencari tahu kebenaran tentang Tuhan semesta alam, ia kemudian melakukan ibadah
dengan mengelilingi ka’bah –thawaf– dan bermunjat kepada Tuhannya, “Ya Rab,
tunjukanlah kepadaku bagaimana caranya beribadah kepadamu, aku ingin bermunjat
dan menyembah, tapi bagaimana caranya”
Dari sini
bisa kita simpulkan, bahwa Zaid adalah seorang yang haus akan nilai keimanan,
namun ia belum bisa mendapatkannya. Bahkan saat ia hijrah ke Syam –sekarang Syria,
Palestine dan Yordania– dan belajar ke ahli kitab beragama Yahudi dan Nasrani,
ia merasa belum puas.
Hingga
akhirnya ia bertemu dengan seorang Rahib dan Zaid bercerita semuanya, kemudian
Rahib menceritakan sebuah janji Allah yang ditulis dalam kitab terdahulu.
“Kamu
golongan orang hanif.” Kata Rahib ahli kitab tersebut.
Dengan kaget
dan timbul rasa penasaran, Zaid bertanya “apa hanif itu?”
“hanif
adalah golongan yang lurus, yang mengikuti agama Ibrahim –tauhid/Tuhan yang Esa–“
Alangkah
senangnya hati Zaid mendengar perkataan Rahib ahli kitab tersebut, kemudian
Rahib meanjutkan pembicaraan,
“Kitab
menuliskan bahwa akan diutus seorang Nabi di daerah Mekkah, ia akan menjalankan
syariat-Nya, memenuhi bumi dengan keadilan sebagaimana bumi telah dipenuhi oleh
kejahiliyahan –kerusakan moral–”
“sungguh
wahai ahli kitab?”
“iya, dan
waktunya sudah dekat.”
Zaid merasa
lega dan bahagia mendengar kabar dari ahli kitab tersebut. Tak henti – hentinya
ia bermunajat dan segera berpamitan untuk kembali ke Mekkah dan menunggu sampai
janji diutusnya seorang Rasul itu tiba.
Namun Allah
berkehendak lain. Dalam perjalanannya kembali menuju Mekkah, ia dicegat oleh
rampok sadis, ketika hendak menyelamatkan hartanya, ia terbunuh dan
menghadap-Nya sebelum bertemu dengan Rasul terakhir.
Lima tahun
setelahnya, seorang laki-laki dari bani Muthalib bernama Muhammad berseru
kepada penduduk Mekkah, “La illa ha illa Allah, Wa Anna Rasulallah”. Laki-laki
itulah yang ditunggu kedatangannya oleh Zaid, seorang pencari kebenaran tentang
agama dan bagaimana cara menyembah Tuhan seluruh alam.
Do’a sebelum meninggal
“Ya Rab,
jika aku belum bertemu utusanmu, maka mudahkan lah anakku untuk menjumpainya”
Do’a Zaid
dikabulkan oleh Allah, seusai menyampaikan risalah kenabian, Said bin Zaid,
anaknya langsung mendapat hidayah dari Allah dan menyatakan keislamannya. Ia
telah lama dididik oleh ayahya mengenai ilmu keyakinan, ia menegaskan bahwa
Tuhan itu ada, namun bukan patung.
Hingga Said
memiliki kedudukan yang tinggi dan selalu menyertai Rasulallah dalam setiap
kesempatan dakwah dan jihad fi sabilillah. Hingga Rasul bersabda, “sebentar
lagi akan terlihat seorang penduduk surga”, sahabat yang ada di sekeliling
Rasul saling melihat satu sama lain, siapa yang dimaksud oleh beliau.
Kemudian datang
dari kejauhan Said, dialah yang dimaksud oleh Rasulallah. Said termasuk 10
sahabat yang dijamin masuk surga oleh Allah.
Manusia satu kaum
Ketika Said
menjumpai Rasulallah dan berucap syahadat, kemudian ia menangis, segera
Rasulallah mendekatinya dan berkata, “hal apa yang membuatmu menangis wahai
Said?” kemudian Said berkata, “andai ayahku masih hidup, pasti dia akan
meyakini islam dan akan berjuang bersama kita, dia yakin tuhan itu satu –ahad–.”
Kemudian
Rasul bersabda, “aku akan memohonkan ampun untuknya, sesungguhnya, ia akan
dibangkitkan sebagai satu kaum”. Dan surga adalah ganjaran yang layak untuk seorang pencari kebenaran.
Sungguh
mulia kedudukan Zaid bin Amr, saat kiamat kelak, ia akan dibangkitkan seorang
diri sebagai satu kaum. Karena ia meyakini Tuhan dan bersembahyang di Ka’bah,
rumah Allah. Ia meyakini agama tauhid yang dibawa oleh Ibrahim dan
keturunannya. Dan ia termasuk golongan orang – orang hanif (lurus).
Allah akan
memaafkannya, walau ia bukan seorang islam, namun dia seorang yang muslim
(berserah diri), tidak menyembah berhala, ia menolong anak perempuan yang
hendak dikubur hidup-hidup oleh ayahnya (tradisi bodoh kaum jahiliyah Mekkah
saat itu) karena merasa malu jika memiliki anak perempuan.
Allah akan
memaafkannya, oleh sebab Zaid meninggal sebelum risalah kenabian Muhammad SAW
turun, dan ia meyakini bahwa Tuhan itu satu, atau tauhid, yang juga pokok dari ajaran
Islam. Ajaran yang membenarkan kitab dan nabi terdahulu.
Semoga kita
mampu mengambil pelajaran berharga dari seorang Zaid bin Amr, tentang hakekat
mencari kebenaran dan bagaimana ia menyikapi masyarakat serta bagaiamana ia
mendidik seorang anak yang dijamin masuk surga oleh Rasul-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar